About Me

Kerja Sama Guru Membentuk Karakter Anak









Di sekolah tempat saya mengajar SMP Negeri 2 Senayang Kabupaten Lingga, belum ada mushola sekolah. Walaupun sekolah ini sudah berdiri puluhan tahun, tapi tempat untuk beribadah belum tersedia. SMP ini berada sebuah pulau kecil yakni Rejai. Pulaunya tidak begitu besar,  terdapat sekitar seribuan penduduk tinggal di Pulau ini. Mayoritas masyarakat bekerja sebagai nelayan.

Kendati di sekolah belum terdapat rumah ibadah, kami memanfaatkan Laborotarium  sekolah untuk melakukan kegiatan kerohanian dan ibadah lainya.  Sehingga siswa dan guru bisa melakukan ibadah wajib tepat waktu.





Labor ini membantu siswa-siswi yang beragama Islam melakukan sholat dan kegiatan bimbingan keislaman setiap hari Jumat. Dan alhmdulilah, meskipun fasilitas untuk berbidah belum mendukung, namun kegiatan-kegiatan keislaman tetap berjalan sebagaimana mestinya.

Laborotarium ini baru saja siap di renovasi sekitar satu tahun lalu. Sebelum labor ini selesai dibangun, tidak ada kegiatan ibadah sholat berjamaah antara guru dan siswa dilakukan di sekolah. Bahkan, untuk kegiatan kerohanian setiap hari Jumat dilakukan dilapangan sekolah.

Labor berdiri sejak satu tahun lalu ini  dimanfaatkan sekolah untuk kegiatan ibadah siswa dan guru.  Selain sebagai fungsi utamanya untuk fasilitas labor. Apalagi, mayoritas siswa disini adalah beragama islam, keberadaan mushola ini sangat membantu.

Dikarenakan siswa pulangnya jam 12.30 WIB, kami hanya dapat melakukan sholat Zhuhur berjamaah di sekolah. Setiap hari siswa  diwajibkan membawa mukena dan alat sholat. Kegiatan ini untuk membentuk karakter dan mendekatkan siswa dengan pencipta-Nya. Labor ini juga berfungsi untuk kegiatan lainya.

Memang tidak mudah membentuk anak didik untuk taat beribadah. Saya bisa merasakan hal itu. Saat melaksanakan sholat zhuhur berjamaah saja, banyak siswa yang bersembunyi dan tidak mau  ikut sholat. Ketika sedang berlangsungya sholat, masih  ada saja terdengar senda gurau sesama siswa, bermain dibelakang dan bahkan ketawa terbahak-bahak. Yang perempuan ada beralasan ketinggalan mukena di rumah. Memang inilah tantangan menjadi guru agama Islam. Tidak semua siswa yang rajin dan senang ketika waktu sholat sudah tiba.

Ketika azan berkumandang juga masih ada cuek, ada yang bermain dengan teman-temanya, tapi ada juga siswa yang ketika azan berbunyi mereka segera mengambil wudhu. Berbagai macam karakter dan latarbelakang kehidupan siswa inilah membentuk mereka dalam kehidupan nyata dan di sekolah.

Selesai sholat, saya dan guru-guru lainya tak bosan-bosanya mengingatkan siswa agar lebih khusu’ dalam sholat. Jangan bermain dan ketawa ketika sholat sedang berlangsung.

Guru ditempat saya semuanya mendukung untuk kegiatan keagamaan islam ini. Mereka sangat antusias. Bahkan memberikan ide-ide agar kegiatan keagamaan lebih ditingkatkan. Apalagi, siswa di Pulau banyak yang malas sholat berjamaah.

Untuk mengurangi anak bermain ketika sholat, guru-guru ikut terlibat membantu. Mereka berada sama shaff dengan siswa. Hal ini juga efektif, yang pada mulanya siswa banyak bermain, setelah guru ikut sholat berjamaah  mengurangi kebisingan dalam sholat. Kami, para guru juga berganti-gantian menjadi imam dan makmum.

Membentuk kebiasaan positif kepada anak-anak didik di sekolah perlu kerjasama semua guru. Keterlibatan guru dalam kegiatan keagamaan memberikan warna bagi kegiataan ini. Tidak cukup hanya satu guru saja dalam membina anak-anak di sekolah.

 

 

 

 

 

 

 


Post a Comment

3 Comments