About Me

Siswa Pulau Nggak Gaptek Lho…….

 






Dunia belajar saat ini benar-benar mengasyikan. Selain ada banyak pilihan pembelajaran  digital yang bisa kita gunakan, era modern ini memberikan warna  dalam menentukan model pembelajaran digital. Tidak kaku dan menoton. Pilihan media pembelajaran banyak sekali bisa dimanfaatkan guru.

Dalam tulisan ini, saya ingin berbagai pengalaman kepada seluruh guru di tanah air. Kita ketahui,  pandemi Covid-19 melumpuhkan aktifitas Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di sekolah. Seluruh daerah di Indonesia mengalami dampak dari pandemi virus corona. Para guru pun saat ini ditutut untuk tidak Gagap Teknologi (Gaptek) selama masa pandemi. Meski demikian, KBM tetap berjalan walau berbentuk online. Ini adalah model belajar modern yang sedang digunakan selama pandemi.

Tidak ada alasan lagi para guru Gaptek. Guru harus belajar dan mengerti  menggunakan teknologi dalam pembelajaran. Apalagi kita ketahui ditengah pandemi ini pola pembelajaran berubah cukup siginifikan. Dari bertatap muka kearah pada pola dunia maya atau lebih kita kenal belajar online atau Dalam Jaringn (Daring). Meski belajar tanpa bertemu, teknologi membantu mengatasi tetap belajar meskipun berjarak.  Guru tetap melaksanakan kewajiban sebagai pencetak generasi bangsa walau hanya belajar dalam digital.

Penulis adalah salah satu guru di pulau Kecil yakni Desa Rejai Kecamatan Bakong Serumpun, Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau. Pandemi virus corona melumpuhkan aktifitas mengajar di pulau. KBM di sekolah  tidak berjalan  dan pada akhir Maret 2020 lalu, siswa sudah di rumahkan. 

Kendati  sekolah ditutup bagi siswa, guru-guru di pulau tetap melaksanakan KBM, hanya saja pola pembelajaran yang berbeda. Dari bertatap muka ke  Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau yang lebih populer namanya saat ini Belajar Dari Rumah (BDR).

Teknologi tidak lagi memberi batas-batas, sekat, kota ataupun desa. Teknologi telah membuka ruang seluas-luasnya. Penulis sebulumnya sempat pesimis. Apakah siswa di pulau terpencil, kecil dan jauh dari pusat-pusat kota mampu melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan teknologi? Namun, itu ternyata terjawab sudah ketika ada pandemi virus Corona. Siswa di pulau juga bisa melakukan belajar menggunakan teknologi.

Meskipun ada kendala pelaksanaan PJJ di sekolah yang berada di kota-kota dengan pulau kecil seperti ditempat saya mengajar ini. Adalah kondisi geografis. Itu cukup beralasan. Karena ketersediaan fasilitas pendukung. Tapi  itu bisa diatasi selama masih ada jaringan internet.

Saya memiliki siswa yang tinggal di pulau-pulau kecil, yang ada disekitaran Kecamatan Bakong Serumpu dan Kecamatan Senayang.  Jarak antara rumah siswa dan sekolah ditempuh dengan kendaraan laut berupa pompong atau perahu kayu. Bukan bus atau mobil. 

Lama perjalanan siswa ke sekolah dengan  perahu  sekitar 30 menit hingga satu jam. Akses  siswa yang diputus-putus laut, pada intinya dengan PJJ cukup membantu guru-guru memberi pelajaran kepada siswa.  Mereka tidak perlu lagi datang ke sekolah dengan pompong, mengarungi lautan dan terkadang harus berjibaku dengan tingginya ombak.

 Ada sebagian pulau tempat tinggal siswa  tidak memiliki jaringan internet. Untuk mendapatkan signal  siswa harus pergi ke atas bukit dan ke ujung pelabuhan. Itu pun signalnya tersendat-sendat. Namun yang membuat guru senang adalah ternyata siswa yang tinggal di pulau-pulau kecil pun ternyata sangat antusias belajar online.

  Saya pernah membuat soal menggunakan google form ketika berlangsungnya pandemi. Saya minta seluruh siswa saya menjawab di google form. Meski siswa baru kenal dengan google form, tetapi hampir rata-rata siswa bisa menjawab dengan aplikasi belajar milik google tersebut. Ada juga yang bingung ketika itu, tapi mereka bisa belajar sendiri ketika ada tugas diberikan melalui Google form.

Pada saat itu, sempat saya berpikir sendiri apakah siswa bisa menggunakan google form. Namun ternyata siswa di pulau-pulau terpencil dan kecil di Lingga ini juga bisa memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran.

Meski ada saja kendala yang hadapi selama PJJ, seperti ekonomi wali murid. Mayoritas orangtua mereka adalah penyelam dan nelayan kecil. Tidak semua siswa saya memiliki Handphone.

Terkadang siswa disini meminjam handphone milik saudara atau tentangga mereka, hanya untuk menanyai kepada wali kelas, Apakah ada tugas yang diberikan guru Mata Pelajaran (Mapel)?. 

Siswa saya Lusiana kelas 8.2 misalnya. ia tidak memiliki ayah lagi.  Ia tinggal bersama ibunya. Ibunya tidak memiliki pekerjaan tetap dan sakit-sakitan saat ini.

Selain sebagai guru Mata Pelajaran (Mapel), saya juga wali kelas 8.2. Saya tahu benar kondisi ekonomi orangtua disini, yang mayoritas adalah nelayan.

Lusian tidak memiliki handphone. ia sering  menanyai tugas dan materi apa yang tertinggal kepada saya dengan meminjam handphone saudaranya. Baik itu tugas dari guru lain atau pun tugas dari yang diberikan saya kepadanya.

Selain google form, aplikasi Facebook dan WhatsApp juga salah satu alternatif menjangkau siswa saya yang berpencar antar pulau ini. Saya memiliki group messenger dan WhatsApp kelas 8.2. Namun, siswa disini lebih senang mengunakan masengger ketimbang WhatsApp. Bahkan, siswa kelas 8.2, semuanya bergabung di group massenger.  Hal itu dikarenakan massenger bisa digunakan tanpa kuota internet, ada paket gratisnya. Berbeda dengan WhatsApp harus setiap saat terdapat kuota internet. Sehingga ketika ada tugas dari guru mereka bisa langsung mendapatkan informasi dari pesan masanger yang dikirim guru.

"Massenger ada gratisnya pak, kalau WhatsApp kami sulit pak, karena harus ada kuota internet. Bapak kalau kirim tugas lewat massenger ya pak," cetus salah seorang siswa kelas 8.2. 

Begitu juga halnya dengan Lusiana. Ia sering meminta tugas melalui aplikasi massenger milik Facebook itu. Bukan massenger Lusiana, namun milik saudaranya. Pernah saya nggak meladani dikarenakan pemilik massenger itu tidak saya kenal. Namun, saat saya tanyai, siap yang mengirim itu, ia pun menggenalkan diri.

"Saya Lusiana pak," jawabnya ketika itu.

"Oooh.. baiklah. Maaf bapak tidak tahu karena profil massenger orang lain," jawab saya kepada Lusiana melalui messenger. 
Aplikasi Massenger  telah membantu saya selama pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Setiap materi atau tugas diberikan guru Mapel kepada wali kelas, saya memanfaatkan Massenger untuk berkomunikasi dengan siswa. 

Selain memanfaatkan messengger, whatshapp dan google form, selaku guru saya juga menggunakan blog untuk pembelajaran. Saya memanfaatkan blog untuk memberikan materi kepada siswa. Setiap minggu materi-materi tersebut saya tulis di blog dan saya minta siswa untuk membuka blog tersebut. Siswa menyambut baik ketika banyak media digital bisa kita gunakan untuk pembelajaran. Para siswa saat ini hanya perlu diarahkan diberi petunjuk bagaimana cara menggunakan media yang telah kita berikan. Siswa saat ini sudah hebat dalam menggunakan jaringan digital.

Media pembelajaran digital memberikan ruang dan warna baru sebagai pilihan guru untuk menentukan model sebagai media belajar. Mengajar ditengah pandemi ini membuka pola pikir saya bahwa guru harus bisa memanfaatkan teknologi sebagai model pembelajaran di era modern. Jangan hany karena pandemi saja kita menggunakan teknologi, tetapi sudah waktunya teknologi menjadi media utama di sekolah.

Pada intinya belajar tidak harus di sekolah.  Apalagi saat ini, teknologi digital yang sudah cukup masif, telah memudahkan aktifitas manusia termasuk Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Pandemi Covid-19 membuka warna baru bagi dunia pendidikan kita dan disambut baik para siswa, apalagi kita ketahui banyak sekali media pembelajaran daring bisa dimanfaatkan dalam pembelajaran.

Dan selama wabah corona dunia pendidikan  membutkikan bahwa belajar pun bisa kita lakukan dari jauh. Yang kita kenal saat ini BDR, PJJ dan Dalam Jaringan (Daring).  Kita telah belajar dari wabah ini. Kita telah dibentuk cara baru dalam pembelajaran. Digitalisasi dalam pembelajaran adalah suatu keniscayaan pada era modern dan tidak mungkin akan dilepaskan dalam dunia pendidikan kita.

Teknologi sudah tidak memberikan batas kota dan desa, pulau dan ibu kota . Dunia nan luas ini menjadi sempit dan mudah sekali informasi yang berkembang diketahui. Dulu ketika mendengar anak desa atau siswa di pulau,  adalah mereka yang kuno dan ketinggalan zaman. Tapi itu sudah tidak berlaku lagi. Karena apa? Ini cukup beralasan, teknologi lah yang menciptakan dunia ini mudah diakses seluruh masyarakat. Informasi tidak saja berkembang di kota-kota besar, tapi sudah gampang di akses seluruh lapisan masyarakat.


http://gurupenggerakindonesia.com.

#PGRI

#KOGTIK, 

#EPSON 

#KSGN




Profil Penulis



Ahmad Yani, S.Pd.I

Dilahirkan di sebuah pulau, bernama desa Sungai Buluh Kecamatan Ungar, Kabupaten Karimun, Kepri, bertepatan pada 11 April 1987.  Merupakan anak ke empat dari 8 bersaudara dari pasangan M. saleh (Almarhum)  dan Arsiah. Menempuh pendidikan dimulai dari Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Sungai Buluh, SMP Negeri 1 Ungar, SMA Negeri 3  Kundur dan penulis melanjutkan kuliah di UIN Suska Pekanbaru-Riau.  Penulis adalah guru SMP  Negeri 2  Senayang. sebelum menjadi guru, penulis sempat mengajar di Universitas Karimun, Wartawan Tribunbatam selama hampir 5 tahun dan sekretaris desa. Penulis mempunyai hobby membaca. penulis memiliki motto hidup "Sesungguhnya Allah Bersama Orang-Orang yang Sabar'

Post a Comment

4 Comments

  1. Salut dengan semangat siswa dan gurunya.

    ReplyDelete
  2. salut dengan semangatnya yg luar biasa

    ReplyDelete
  3. Salam kenal pak, tulsiannya inspiratif

    http://www.ayomendidik.com/2020/10/etematik-sebagai-alternatif-inovasi.html?m=1

    ReplyDelete